Indonesia darurat narkoba!
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada tahun 2015.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada tahun 2015.
Pernyataan yang bermakna sangat dalam. Menggambarkan keseriusan
permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia. Makna darurat bisa
diartikan harus segera ditangani, dan akan mengakibatkan masalah yang
serius apabila tidak segera diatasi. Jika kita melihat di rumah sakit,
maka ruang gawat darurat pastilah berada di bagian paling depan dan
paling mudah diakses oleh pasien. Penanganan di ruangan gawat darurat
juga dilakukan dengan sangat cermat dan cepat karena menyangkut
keselamatan nyawa pasien.
Maka saat Presiden menyampaikan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, tentu bukan sekedar pernyataan biasa, melainkan berdasar pada data yang ada. 50 orang meninggal perhari akibat penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi ada 18.000 jiwa yang meninggal tiap tahunnya. Belum termasuk 4,2 juta orang yang sedang direhabilitasi dan 1,2 juta yang tidak dapat direhabilitasi.
Bagaimana masyarakat menyikapi hal ini? Ada beberapa sikap yang mungkin diambil. Satu, proaktif dan responsif, dengan langsung mengambil peran aktif dalam upaya penyelesaian masalah.
Berpikir dengan kreatif tentang apa yang mungkin dilakukan dalam berperan nyata mengatasi masalah narkoba. Selalu berusaha mengambil bagian, dalam setiap kesempatan, memberikan sumbangsih entah berupa tenaga, dana, pemikiran/gagasan/ide, atau bahkan ketiganya, tanpa memikirkan imbalan apa yang akan didapat. Sikap seperti ini pastilah didorong oleh rasa kemanusiaan yang sangat tinggi, jiwa sosial, kepekaan terhadap permasalahan orang lain apalagi permasalahan negara, dan pastilah tidak diragukan lagi bagaimana level nasionalismenya.
Dua, sikap oppurtunis. Jika mendatangkan keuntungan maka akan dilakukan. Apa yang dilakukan mungkin sedikit banyak membantu mengentaskan permasalahan narkoba, tetapi jika hal tersebut memberikan keuntungan dan nilai tambah untuk diri sendiri.
Tiga, sikap apatis. Tidak peduli, acuh, tidak mau tahu tentang permasalahan narkoba. Meskipun mungkin memiliki kemampuan untuk berperan serta, tetapi karena sikap acuh membuat akhirnya sama sekali tidak peduli. Yang penting diri sendiri aman, keluarga aman, tidak ada yang terkena bahaya penyalahgunaan narkoba, maka tidak ada alasan untuk ikut campur mengurus masalah ini.
Mari kita menengok ke diri sendri. Termasuk yang manakah sikap yang kita ambil? Apakah kita termasuk yang bersikap proaktif, oppurtunis, atau apatis?
Dalam beberapa kesempatan memberikan penyuluhan di berbagai lapisan masyarakat, saya sering mendapatkan pertanyaan semacam ini, ”Bu, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mengatasi permasalahan narkoba, terutama di lingkungan sekitar kita?” Banyak sekali dari kita yang bingung harus melakukan apa. Tidak sedikit juga yang takut untuk mengambil peran aktif.
Takut menjadi sasaran bandar, takut mendapat kesulitan dan tekanan dari masyarakat, bahkan justru menutupi jika salah satu keluarganya kecanduan narkoba, karena menganggap itu adalah aib. Padahal, mustahil permasalahan narkoba di Indonesia akan tuntas teratasi jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum atau lembaga berwenang seperti BNN misalnya. Diperlukan peran serta seluruh masyarakat, tanpa terkecuali.
Dalam hal apa?
Minimal dalam tiga hal. Saya lebih senang menyebutnya dengan TIGA BERANI.
SATU, berani berkata TIDAK pada setiap tawaran penyalahgunaan narkoba. Apapun kondisi dan situasi kita, sedang tertekan ataupun stress karena masalah hidup, narkoba sama sekali bukan jawaban dan justru membuat semakin terpuruk. Bagi masyarakat yang masih sehat dan imun, keberanian untuk selalu berkata TIDAK pada tawaran menyalahgunakan narkoba akan membuat demand terhadap narkoba menurun, sehingga bandar akan pergi mencari pasar lain yang lebih menjanjikan.
DUA, berani BEROBAT/REHABILITASI bagi yang telah terlanjur kecanduan. Jangan pernah berpikir bahwa kecanduan narkoba adalah aib yang harus ditutupi. Keberanian untuk datang ke tempat rehabilitasi atau layanan kesehatan yang memiliki fasilitas penanganan kecanduan narkoba, akan membuat pecandu pulih dan mampu menjadi manusia yang sehat dan produktif. Di Yogyakarta ada lebih dari 10 Institusi Penerima wajib Lapor (IPWL) yang tersebar di wilayah Yogyakarta dan siap membantu proses pemulihan pecandu narkoba.
TIGA, berani MELAPOR jika menemui ada kecurigaan adanya peredaran gelap narkoba di sekitar kita. Entah di tempat kerja, sekolah, kampus, maupun di lingkungan pemukiman kita. Kemana harus melapor? Bisa ke kantor kepolisian setempat atau melapor pada BNNK Yogyakarta, BNNK Sleman, maupun BNNP DIY. Percayalah, laporan dari masyarakat sangat membantu tugas pemberantasan peredaran gelap narkoba yang ada di wilayah kita. Jika kita cuek dan tidak peduli, meski meihat ada peredaran gelap nakoba di sekitar kita, maka sama saja kita turut memperparah permasalahan narkoba di Indonesia.
Inilah tantangan kita bersama. Beranikah kita melaksanakan tiga hal tersebut?
Saya berani.
Bagaimana dengan anda?
Santy Dwi K, AMK, SKM
Penyuluh narkoba BNNP DIY
sumber : http://jogja.tribunnews.com/2017/09/24/indonesia-darurat-narkoba?page=all
Maka saat Presiden menyampaikan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, tentu bukan sekedar pernyataan biasa, melainkan berdasar pada data yang ada. 50 orang meninggal perhari akibat penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi ada 18.000 jiwa yang meninggal tiap tahunnya. Belum termasuk 4,2 juta orang yang sedang direhabilitasi dan 1,2 juta yang tidak dapat direhabilitasi.
Bagaimana masyarakat menyikapi hal ini? Ada beberapa sikap yang mungkin diambil. Satu, proaktif dan responsif, dengan langsung mengambil peran aktif dalam upaya penyelesaian masalah.
Berpikir dengan kreatif tentang apa yang mungkin dilakukan dalam berperan nyata mengatasi masalah narkoba. Selalu berusaha mengambil bagian, dalam setiap kesempatan, memberikan sumbangsih entah berupa tenaga, dana, pemikiran/gagasan/ide, atau bahkan ketiganya, tanpa memikirkan imbalan apa yang akan didapat. Sikap seperti ini pastilah didorong oleh rasa kemanusiaan yang sangat tinggi, jiwa sosial, kepekaan terhadap permasalahan orang lain apalagi permasalahan negara, dan pastilah tidak diragukan lagi bagaimana level nasionalismenya.
Dua, sikap oppurtunis. Jika mendatangkan keuntungan maka akan dilakukan. Apa yang dilakukan mungkin sedikit banyak membantu mengentaskan permasalahan narkoba, tetapi jika hal tersebut memberikan keuntungan dan nilai tambah untuk diri sendiri.
Tiga, sikap apatis. Tidak peduli, acuh, tidak mau tahu tentang permasalahan narkoba. Meskipun mungkin memiliki kemampuan untuk berperan serta, tetapi karena sikap acuh membuat akhirnya sama sekali tidak peduli. Yang penting diri sendiri aman, keluarga aman, tidak ada yang terkena bahaya penyalahgunaan narkoba, maka tidak ada alasan untuk ikut campur mengurus masalah ini.
Mari kita menengok ke diri sendri. Termasuk yang manakah sikap yang kita ambil? Apakah kita termasuk yang bersikap proaktif, oppurtunis, atau apatis?
Dalam beberapa kesempatan memberikan penyuluhan di berbagai lapisan masyarakat, saya sering mendapatkan pertanyaan semacam ini, ”Bu, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mengatasi permasalahan narkoba, terutama di lingkungan sekitar kita?” Banyak sekali dari kita yang bingung harus melakukan apa. Tidak sedikit juga yang takut untuk mengambil peran aktif.
Takut menjadi sasaran bandar, takut mendapat kesulitan dan tekanan dari masyarakat, bahkan justru menutupi jika salah satu keluarganya kecanduan narkoba, karena menganggap itu adalah aib. Padahal, mustahil permasalahan narkoba di Indonesia akan tuntas teratasi jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum atau lembaga berwenang seperti BNN misalnya. Diperlukan peran serta seluruh masyarakat, tanpa terkecuali.
Dalam hal apa?
Minimal dalam tiga hal. Saya lebih senang menyebutnya dengan TIGA BERANI.
SATU, berani berkata TIDAK pada setiap tawaran penyalahgunaan narkoba. Apapun kondisi dan situasi kita, sedang tertekan ataupun stress karena masalah hidup, narkoba sama sekali bukan jawaban dan justru membuat semakin terpuruk. Bagi masyarakat yang masih sehat dan imun, keberanian untuk selalu berkata TIDAK pada tawaran menyalahgunakan narkoba akan membuat demand terhadap narkoba menurun, sehingga bandar akan pergi mencari pasar lain yang lebih menjanjikan.
DUA, berani BEROBAT/REHABILITASI bagi yang telah terlanjur kecanduan. Jangan pernah berpikir bahwa kecanduan narkoba adalah aib yang harus ditutupi. Keberanian untuk datang ke tempat rehabilitasi atau layanan kesehatan yang memiliki fasilitas penanganan kecanduan narkoba, akan membuat pecandu pulih dan mampu menjadi manusia yang sehat dan produktif. Di Yogyakarta ada lebih dari 10 Institusi Penerima wajib Lapor (IPWL) yang tersebar di wilayah Yogyakarta dan siap membantu proses pemulihan pecandu narkoba.
TIGA, berani MELAPOR jika menemui ada kecurigaan adanya peredaran gelap narkoba di sekitar kita. Entah di tempat kerja, sekolah, kampus, maupun di lingkungan pemukiman kita. Kemana harus melapor? Bisa ke kantor kepolisian setempat atau melapor pada BNNK Yogyakarta, BNNK Sleman, maupun BNNP DIY. Percayalah, laporan dari masyarakat sangat membantu tugas pemberantasan peredaran gelap narkoba yang ada di wilayah kita. Jika kita cuek dan tidak peduli, meski meihat ada peredaran gelap nakoba di sekitar kita, maka sama saja kita turut memperparah permasalahan narkoba di Indonesia.
Inilah tantangan kita bersama. Beranikah kita melaksanakan tiga hal tersebut?
Saya berani.
Bagaimana dengan anda?
Santy Dwi K, AMK, SKM
Penyuluh narkoba BNNP DIY
sumber : http://jogja.tribunnews.com/2017/09/24/indonesia-darurat-narkoba?page=all